Kamis, 10 April 2008

BUNUH DIRI SEBAGAI TINDAKAN MELAWAN HUKUM KODRAT (TINJAUAN MENURUT THOMAS AQUINAS)

Antonius Agus Sumaryono

1. Pendahuluan
Dewasa ini makin marak orang yang mudah dan cepat mengambil keputusan yang sembrono. Seiring dengan laju pertumbuhan teknologi dan ekonomi, orang ingin mencari jalur cepat tetapi kurang tepat. Pertumbuhan teknologi dan ekonomi itu menuntut orang untuk mampu mandiri, sehingga bagi orang yang “berpandangan sempit” dan “kurang mampu” mengikuti pertumbuhan itu bisa saja mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Bunuh diri merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum kodrat. Setiap orang pada dasarnya mempunyai Optio Fundamentalis[1] dalam menentukan arah dan tujuan hidupnya. Meskipun, Albert Camus dalam bukunya mengatakan bahwa hidup manusia adalah suatu yang absurd (kesia-siaan) bukan berarti bahwa hidup manusia tidak mempunyai arti.
Setiap kehidupan pasti pada akhirnya akan mati. Hal itu sudah merupakan hukum kodrati dari hidup. Mati itu adalah satu hal yang wajar dalam setiap makhluk yang hidup. Tetapi, bagaimana orang hidup itu mampu memaknai hidupnya dan mengisi kehidupan sebagai mana layaknya. Setiap kehidupan membutuhkan perjuangan untuh mempertahankan diri dari ancaman yang membahayakan hidup. Oleh karena itu, hidup merupakan hak yang paling hakiki.
Menanggapi masalah bunuh diri ini, penulis ingin mengangkat satu kasus bunuh diri yang terjadi pada salah satu keluarga kristiani di Malang pada hari sabtu 10 Maret 2007. Kasus bunuh diri ibu Mercy dan keempat putra-putrinya Athena Latonia, 11 (perempuan); Prinsessa Ladova, 9 (perempuan); Hendrison, 9 (laki-laki); dan Gabrelia Al Cein, 1,5 (perempuan) dengan cara minum racun ini sangat menggemparkan warga Malang dan khususnya pihak Gereja. Bunuh diri adalah tindakan yang secara intrinsik buruk.[2]
Yang menjadi persoalannya adalah, apa yang dimaksud dengan hukum kodrat? Sejauh mana bunuh diri melawan hukum kodrat? Bagaimana kedudukan Manusia terhadap hukum kodrat? Bunuh diri dan pengaruhnya terhadap moral manusia? Penulis ingin melihat dan membahas masalah ini dalam kaitannya dengan hukum kodrat menurut pendapat Thomas Aquinas.

2. Pembahasan
2.1 Arti Hukum Kodrat

Pemikiran mengenai hukum kodrat sebenarnya sudah dimulai sejak jaman para filsuf Yunani kuno. Pernyataan hukum kodrat sebenarnya dikaitkan dengan hukum alam (natura) yang dalam bahasa Indonesia menjadi ambigu karena mempunyai makna ganda alam dan kodrat. Makna hukum alam (lex naturalis dalam arti material) adalah keteraturan yang dapat diamati dalam alam semesta. Sedangkan makna dalam hukum kodrat (lex naturalis dalam arti formal) adalah tatanan kelakuan makhluk sesuai dengan kodratnya masing-masing. Artinya, untuk makhluk berakal budi, hukum kodrat identik dengan hukum alam. Bagi makhluk rasional, hukum kodrat identik dengan “hukum moral” dan sama sekali tidak berhubungan dengan ide mengenai keadaan alamiah manusia.
Jadi perbedaan makna yang terkandung dalam hukum kodrat terjadi karena makna “kodrat” natura. Dari satu sisi, perbedaan hukum kodrat dipandang sebagai patokan ideal yang harus dipahami melalui penalaran maupun intuisi. Di sisi lain, hukum kodrat menitikberatkan proses pemahaman melalui pendekatan perilaku manusia. Yakni, manusia diatur dengan mempergunakan hukum dan patokan-patokan yang berlaku secara umum dalam tatanan hidup di masyarakat.

2.2 Hukum Kodrat menurut Thomas Aquinas
Dari permasalahan kasus bunuh diri di atas jelas sangat bertentangan dengan prinsip hukum kodrat. Thomas Aquinas berpendapat bahwa pemikiran tentang hukum kodrat berhubungan dengan tatanan norma normatif yang ada dalam alam kodrat. Hukum kodrat sebagai partisipasi makhluk rasional di dalam hukum abadi.
Hukum kodrat adalah hukum yang berlaku dan dipaksakan manusia untuk mengikat manusia untuk mentaatinya. Manusia diperintahkan untuk mencintai kebaikan dan menjauhkan kejahatan. Hukum kodrat juga merupakan suatu tatana yang membatasi keberadaan manusia dalam berkelakuan hidup di masyarakat. Hukum kodrat sangat erat berhubungan dengan superioritas moral manusia terhadap aturan-aturan konvensional yang digunakan untuk mengatur perilaku manusia. Hukum kodrat sendiri dipahami sebagai suatu aturan yang disusun dengan tujuan tertentu untuk mencapai harapan yang diharapkan.
Hukum kodrat menjadi pandangan yang menampakkan satu gagasan mengenai gerakan akal budi manusia kepada konsep mengenai keadilan kekal. Artinya, suatu keadilan yang diwujudkan dalam penyelenggaraan keberadaan manusia. Hukum kodrat dapat dipahami sebagai “hukum tertinggi” yakni hukum yang berasal dari Allah yang kemudian dapat ditangkap oleh akal budi manusia.
Thomas Aquinas menjelaskan bahwa hukum kodrat berkaitan dengan hukum abadi. Manusia sebagai makhluk sosial, perlu untuk mengorganisir kegiatannya yang menjadi otoritas untuk mengatur hidupnya. Tuhan merupakan penguasa tertinggi dari keseluruhan kehidupan duniawi, oleh karena itu manusia patut mentaati semua peraturanNya. Jadi, hukum kodrat merupakan pantulan rasio ilahi diletakkan atau diberikan kepada setiap ciptaan dalam usahanya untuk mencari kebaikan dan menghindari kejahatan.

2.3 Kedudukan Manusia terhadap Hukum Kodrat
Ajaran Thomas Aquinas mengenai hukum kodrat banyak dipengaruhi oleh pemikiran dari Aristoteles. Manusia sebagai makhluk hidup terdapat substansi yang memiliki unsur utama, yaitu tubuh dan jiwa.
Menurut Thomas, setiap perbuatan termasuk juga kegiatan berpikir dan berkehendak adalah perbuatan dari segenap pribadi manusia. Setiap perbuatan manusia adalah perbuatan "aku", yaitu jiwa bertubuh atau tubuh berjiwa. Kesatuan manusia ini mengandaikan bahwa tubuh manusia hanya dijiwai oleh satu bentuk saja, yaitu bentuk rohani. Bentuk rohani inilah yang sekaligus membentuk hidup lahiriah dan batiniah manusia. Jiwa yang satu ini memiliki lima daya, yaitu: daya vegetatif, merupakan daya yang berhubungan dengan pergantian zat dan pembiakan; daya sensitif, merupakan daya yang behubungan dengan keinginan; daya yang menggerakkan; daya untuk memikir; dan daya untuk mengenal.
Pandangan Thomas mengenai pengenalan ini berhubungan erat sekali dengan pandangannya tentang pertautan antara jiwa dan tubuh. Pada dirinya sendiri, jiwa bersifat pasif baik dalam pengenalan iderawi maupun dalam pengenalan akali. Pelaku atau subyek dalam pengenalan adalah kesatuan jiwa dan tubuh yang berdiri sendiri. Proses pengetahuan berlangsung dalam dua tingkat. Yang pertama adalah pengetahuan pada tingkat inderawi. Artinya, pengetahuan pada tingkat ini bertitik pangkal pada pengalaman inderawi, lewat benda-benda yang ada di luar. Penginderaan dengan daya-daya indera ini akan menghasilkan gambaran-gambaran yang diberikan kepada akal.
Yang kedua adalah pengetahuan pada tingkat akali. Artinya, akal pada dirinya sendiri adalah kosong. Akal tidak mempunyai ide-ide sebagai bawaannya. Sasaran pengenalan akal diterima dari luar melalui gambaran-gambaran iderawi. Hakikat itu kemudian diubah menjadi suatu bentuk yang dapat dikenal. Pengetahuan terjadi jika akal berhasil memungut bentuk itu dan berhasil mengungkapkannya. Jadi, pengetahuan akali ini tergantung kepada benda-benda yang diamati oleh indera.
Manusia pada dasarnya dipanggil kepada kepenuhan hidup. Hidup memang merupakan syarat mendasar terhadap unsur integral proses kenyataan manusiawi. Hidup merupakan suatu rahmat yang diberikan oleh Allah sebagai Sang Maha Pencipta sedangkan manusia adalah sebagai pemelihara dari hidup itu sendiri. Manusia diciptakan oleh Allah seturut dengan citra Allah, oleh karena itu hidup manusia juga merupakan suatu kehidupan bagi Allah. Dalam artian bahwa manusia itu cermin dari kodrat Allah di dunia.
Semua ciptaan mempunyai kecenderungan kodrati untuk mencapai tujuan akhir. Kecenderungan ini sifatnya permanen karena terbentuk secara kodrat atau nafsu (appetitus).[3] Kecenderungan akhir manusia adalah mencapai tahap kesempurnaan hidup. Dalam perkembangannya, manusia dituntut pula untuk memelihara kehidupan baik kehidupannya sendiri maupun kehidupan lingkungannya. Sebaliknya, kasus tersebut di atas justru menjungkirbalikkan dan merendahkan kedudukan manusia terhadap hukum kodrat.

2.4 Bunuh Diri dan Pengaruhnya terhadap Moral Manusia
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyeleweng dari kodratnya, yang dapat bertindak tidak sesuai dengan kodratnya, melawan kodratnya, karena manusia memiliki rasio untuk mengambil suatu keputusan. Bagi manusia, hukum kodrat sama dengan hukum moral. Hukum kodrat adalah apa yang sekarang kita sebut sebagai prinsip-prinsip dan norma-norma moral. Jadi, bagi manusia hukum kodrat betul-betul berupa hukum dalam arti normatif.
Menurut Thomas, manusia mengetahuinya dari hukum kodrat yang dapat diketahui melalui akal budi. "Lex naturalis nihil aliud est quam participatio legis aeternae in rationali creatura", S.Th. I-II.q.91.art. 2.[4] Dari hukum kodrat, manusia mengetahui perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum kodrat mengacu kepada kodrat manusia. Kodrat adalah realitas, atau struktur realitas, hahikat realitas yang ada. Apa pun yang ada memiliki kodratnya; kodratnya itu memuat semua ciri yang khas bagi masing-masing pengada. Dalam bahasa manusia, segenap makhluk ada struktur-strukturnya kegiatan dan perkembangannya mengikuti struktur-struktur itu. Pengembangan kodrat merupakan tujuan masing-masing makhluk.
Thomas mengajarkan bahwa pertautan antara jiwa dan tubuh manusia harus dilihat antara bentuk (jiwa) dan materi (tubuh), atau hubungan jiwa dan badan tersebut juga bisa dilihat dalam hubungan antara aktus (perealisasian) dan potensia (bakat). Jadi, manusia itu satu substansi saja. Satu substansi sedemikian rupa sehingga jiwalah yang menjadi bentuk badan (anima foma corporis). Dengan perkataan lain, jiwalah yang membuat tubuh menjadi realitas.
Bunuh diri sebagai satu tindakan yang tidak bermoral, karena pada diri manusia terdapat kebaikan yang sesuai dengan kodrat dan berlaku untuk semua substansi, sehingga substansi berusaha untuk melestarikan keberadaannya sesuai dengan hakikat kodratnya. Dalam diri manusia, ada kecenderungan yang berhubungan dengan hal-hal khusus. Semuannya itu sesuai dengan kodrat yang berlaku bagi makhluk-makhluk yang lain. Manusia mempunyai kecenderungan kepada kebaikan yang sesuai dengan kodrat rasionalnya. Artinya, kodrat yang dimiliki manusia berkecenderungan untuk mempertahankan hidup bukan mengakhiri hidup. Jadi, hukum kodrat adalah sebagai suatu manifestasi nilai-nilai kodrat manusia yang tercermin dalam actus humanus (perbuatan manusiawi).
Thomas Aquinas menjelaskan actus humanus sebagai suatu perbuatan manusiawi yang dilakukan oleh manusia sebagaimana layaknya manusia. Manusia itu berbeda dengan makhluk hidup yang lain yang tidak memiliki akal budi. Manusia itu tuan atas dirinya sendiri, sehingga setiap akan disebut manusiawi jika ia melakukan perbuatan yang pantas dan layak. Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh manusia bisa dikatakan bukan actus humanus, mungkin juga bunuh diri itu tidak dilandasi oleh kesadaran diri dan kehendak yang bebas.

3. Penutup
Tindakan bunuh diri merupakan satu tindakan yang kurang di dasari oleh akal budi yang jernih. Memang, manusia pada tujuan akhirnya adalah menuju kepada kematian, tetapi bukan dengan cara bunuh diri. Tindakan bunuh diri bukan suatu kesimpulan untuk mencapai tujuan akhir, karena tidak sesuai dengan norma-norma moral yang ada.
Ditinjau dari sudut moril, bunuh diri tidak dapat diterima begitu saja. Secara normatif, penulis menolak bunuh diri dari segi apapun, karena bunuh diri bisa dikategorikan dalam tindakan kejahatan. Meskipun kondisi psikologis, sosial dan budaya tertentu ada yang mengatakan bunuh diri (harakiri)[5] adalah suatu yang terhormat. Bunuh diri dipandang secara obyektif sebagai suatu tindakan yang imoril. Secara de fakto, bunuh diri adalah tindakan yang menolak cinta diri, dan tindakan melepaskan kewajiban cinta kasih terhadap sesama dan masyarakat pada umumnya.
Dalam kenyataannya, bunuh diri berarti suatu penolakan kedaulatan absolut Allah yang menguasai hidup dan mati. Manusia merupakan gambaran (citra) Allah, dan manusia juga diberi kuasa untuk menguasai alam ciptaan termasuk hidupnya sendiri. Mematikan diri sendiri berarti juga mematikan Allah yang berdiam dalam diri manusia. Allah pencipta mempercayakan hidup manusia kepada kepedulian yang bertanggung jawab bukan sebaliknya mempergunakan hidup dengan semaunya sendiri. Manusia mempunyai tugas untuk melestarikannya dan memeliharanya dengan penuh cinta kasih dan kesetiaan.
Manusia secara kodrati memiliki kedudukan yang luhur sebagai makhluk ciptaan. Kodrat manusia yang berjiwa dan berbadan tersebut merupakan kenyataan alamiah yang sifatnya absolut. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dari segala makhluk hidup di muka bumi. Manusia seharusnya memberikan diri untuk secara alami menjalani hidupnya sesuai dengan hukum kodratnya.




DAFTAR PUSTAKA

Go, Piet, Dr., Diktat Teologi Moral Fundamental, STFT: WIDYA SASANA, Malang.


Sumaryono, E, Etika dan Hukum (Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas), Yogyakarta: Kanisius, 2002.

[1] Optio Fundamentalis merupakan sikap dasar manusia untuk memilih secara bebas sesuai dengan keinginan suara hatinya dan setiap keputusan dasar seseorang tidak dapat dipaksakan, karena hal ini adalah hak setiap manusia yang paling hakiki.
[2] Bdk. GS 27.
[3] E. Sumaryono, Etika dan Hukum (Relevansi Hukum Kodrat Thomas Aquinas), hlm. 99.
[4] Piet Go, Dr., Diktat Teologi Moral Fundamental, STFT: WIDYA SASANA, Malang, hlm. 71.
[5] Harakiri adalah tindakan bunuh diri dalam tradisi masyarakat Jepang jaman dahulu.

Tidak ada komentar: