Kamis, 05 Februari 2009

TAFSIR EF 2:1-10

PERALIHAN HIDUP DAN KEUTUHAN HIDUP
DALAM KRISTUS
EF 2:1-10

By. Antonius Agus Sumaryono

I. Pengantar
Dalam Efesus ini gambaran yang dibawa adalah mengenai Gereja Universal. Bab dua ini dibagi dalam dua perikop. Bab 2:1-10 berisi tentang peralihan hidup dari kehidupan lama kepada kehidupan baru dalam Kristus, sedangkan bab 2:11-22 berisi tentang keutuhan hidup dalam jemaat.

II. Analisa Teks 2:1-10
Kamu dahulu mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu (ayat 1). Penulis Efesus pertama-tama ingin mengingatkan pembacanya bahwa mereka sekarang hidup dalam kegembiraan kristen dan memperoleh hak istimewa dari hidup kristen. Mereka diingatkan apa yang telah dirasakan sebelum menjadi kristen. Sekarang, mereka digambarkan bahwa hidup lama sebagai satu tindakan dari kematian. Mereka telah mati karena kesalahan dan dosa (traspasses, paraptõma) dan (sin, hamartia). Konsekwensi dari dosa adalah mati yang mana hidup manusia mengarah kepada sesuatu yang dapat disebut “mati”[1].
Kematian adalah satu gambaran yang tepat dari akibat dosa. Menurut Paulus tiap-tiap orang berdosa adalah orang “mati”, karena hubungannya dengan Allah telah dirusak.[2] Kata kematian dipakai sebagai kiasan dari perubahan hidup rohani dan moral. Paulus ingin menghidupkan kembali dari kematian atau disebut sebagai peralihan (transformed). Peralihan dari mati ke hidup yang dihasilkan dalam kehidupan mereka telah disempurnakan oleh karena Kristus. Hidup adalah kekayaan kesadaran baru dari kebaikan dan semua itu memperoleh kepenuhannya dalam Kristus.
Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka (ayat 2). Kesalahan dan dosa digambarkan sebagai suatu peristiwa yang berjalan dalam dunia. Maksud dari ayat ini ditujukan kepada orang non Yahudi, yang mana mereka masih percaya pada dewa penguasa lain (penguasa dunia). Dewa bangsa Yunani yang mereka sebut aiõn digambarkan sebagai seorang penguasa kekuasaan udara. Kata udara ini digunakan untuk mengindikasi ruang antara bumi dimana manusia tidak patuh dan berdosa dengan surga di mana Tuhan berkuasa dengan otoritas yang tidak diragukan. Dalam zaman kuno, udara sebagai kekuasaan dari bermacam-macam roh, diantaranya roh iblis. Aiõn ini berupa roh yang bekerja di dunia dalam anak yang tidak patuh, sedangkan dalam tradisi Yahudi anak yang tidak patuh diungkapkan dengan arti orang yang tidak patuh kepada Tuhan.
Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain (ayat 3). Arti dari ayat ini mempunyai karakteristik bahwa mereka hidup dalam penderitaan daging, karena mereka hidup di dalamnya. Mereka dipaksa hidup seperti sebelum kekristenan, artinya hidup dalam ketidakpatuhan. Kadangkala dalam Perjanjian Baru khususnya tulisan Paulus, kata daging digunakan dalam satu cara alami yang diartikan dalam aspek fisik dari kodrat manusia. Paulus menuliskan itu untuk menggambarkan dasar hukum kodrat yang mana dengan mudah menentang hukum Tuhan dan bersekutu dengan setan. Di sini, penulis Efesus berkeinginan untuk menegaskan bahwa dosa-dosa nafsu daging telah merasuk ke dalam tubuh dan pikiran.
Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita (ayat 4). Di sini, Allah digambarkan dengan dua sifat yakni kaya belaskasihan dan penuh cinta. Rahmat merupakan satu kata yang beberapa kali dipakai oleh penulis Efesus untuk menggambarkan keramahan Tuhan kepada siapa saja yang pantas menerimanya. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah adalah Maha Kasih dan kaya rahmat. Penekanan penulis Efesus ini yakni bagaimana kebesaran Allah yang kaya rahmat itu sangat mencintai manusia sebagai orang yang berdosa. Oleh karena itu, manusia memperoleh rahmat yang melimpah karena Allah sebagai sumber segala rahmat dan kasih mau mengampuni kita, orang-orang yang berdosa.
Telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita oleh kasih karunia kamu diselamatkan dan di dalam Kristus Yesus, Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di surga (ayat 5-6). Di sini Allah menunjukkan kebesaranNya dengan menghidupkan Kristus yang mati karena kesalahan-kesalahan kita. Rahasia keselamatan Allah melalui Kristus adalah wujud dari kasih Allah seperti yang telah ditulis dalam ayat sebelumnya. Allah telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus. Kristus telah dihidupkan oleh Allah supaya Ia ditinggikan begitu pula dengan kita. Hidup baru adalah keselamatan atas dasar rahmat. Tuhan menghidupkan kita bersama dengan Kristus yang bangkit dengan kita dan mendudukkan kita dalam Kerajaan Surga. Kata “made to sit” sulit untuk ditafsirkan karena kata ini dalam bentuk lampau. Kata yang serupa dalam Injil memakai bentuk akan datang (Luk 22:30; Mat 19:29). Yakobus dan Yohanes meminta untuk duduk di sebelah kiri dan kanan Yesus bila Ia datang sebagai Raja. Hak duduk dalam Kerajaan Surga merupakan hak khusus hanya untuk Tuhan, tetapi semua itu dijanjikan kepada kita yang percaya kepadaNya.
Supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus (ayat 7). Banyak ahli menuntut bahwa dalam konteks ini masa yang akan datang harus diartikan salah satu kehidupan setelah mati, atau dimulai ketika masa sekarang berakhir dengan kedatangan kedua Kristus. Kedatangan kedua Kristus sebagai pembuka dalam masa yang akan datang. Paulus melihat wajah Gereja sebagai satu kelanjutan tugas di atas dunia. Hal ini adalah bagian penting dari penulis bahwa penulis tidak hanya menghadirkan kembali esensi pengajaran dari Paulus tetapi dimana format pengajaran ini tidak lagi dapat digunakan untuk merubah waktu, penulis hanya menafsikan ulang atas teks ini.
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya (ayat 8-10). Tiga ayat ini adalah satu kesimpulan yang mengilhami dari teologi Paulus. Keistimewaan utama dalam ayat ini adalah keselamatan, Allah mempunyai bagian dalam keselamatan manusia. Dalam Efesus, keselamatan termasuk satu kata yang mencakup banyak makna Paulus mengartikannya dalam beberapa pernyataan antara lain sebagai pembenaran, pendamaian, pengangkatan dan lain-lain. Demikian juga apa yang Paulus katakan tentang pembenaran dalam Roma. Penulis mengatakan tentang keselamatan sebagai berkat karunia iman, kita diselamatkan.
Keselamatan bukan semata-mata hasil usaha kita tetapi suatu pemberian dari Allah. Itu semua dikerjakan oleh Allah, Allah memberi dari permulaan sampai pada akhir. Oleh karena itu orang diharapkan untuk tidak memegahkan diri sendiri karena semuanya itu adalah pekerjaan Allah. Penegasan atas keselamatan dalam hal ini adalah hidup dalam iman yang diciptakan oleh Kristus Yesus. Banyak komentator mempunyai pendapat bahwa kata pemberian di sini diartikan untuk menggambarkan iman membawa kepada keselamatan.
Penulis menegaskan kembali bahwa segala sesuatu tentang keselamatan ini adalah sebagai pemberian Allah. Kita tidak selamat oleh pekerjaan kita sendiri tetapi kita diselamatkan karena pekerjaan yang baik. Pekerjaan yang baik digambarkan sebagai tindakan yang mana Allah telah mempersiapkan sebelumnya, bahwa kita akan berjalan dalam pekerjaan Allah.

III. Analisa Teks 2:11-22
Perikop kedua (2:11-22) terbagi dalam tiga bagian yaitu:
1. Situasi sebelum Kristus - keterpisahan dan perseteruan (2:11-12)
2. Perdamaian oleh darah Kristus (2:13-18)
3. Persatuan dalam jemaat (2:19-22)
1. Situasi sebelum Kristus – keterpisahan dan perseteruan
Dalam perikop ini Rasul Paulus mengawali frase ini dengan kata” karena itu”, untuk menyatukan perikop sebelumnya di mana para pendengarnya sebagai seorang Kristen telah menerima dan mengalami segala kebaikan Allah, seperti telah tertulis dalam Ef. 1:3 - 2:10. Rasul Paulus juga mengajak pendengarnya untuk mengingat kembali akan keadaan mereka di masa lampau, ketika mereka belum menjadi warga Keluarga Allah. Hal ini dikatakan oleh Paulus untuk mengajak mereka mensyukuri akan segala Kasih Allah yang saat ini mereka rasakan. Ada dua situasi yang menggambarkan hidup mereka di masa silam, yang kini semua itu telah diperdamaikan oleh Kristus. Dua situasi itu adalah: a). Relasi mereka dengan orang-orang Yahudi yang menyebut mereka “orang-orang tak bersunat” (2:11), yang membawa mereka kepada jurang keterpisahan dan perseteruan. b). Bahwa hidup mereka tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, hidup tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia (2:12).
a) Sunat menurut orang Yahudi adalah tanda istimewa, tanda perjanjian Allah dengan umatNya, tanda yang menjadikan mereka umat Allah dan milik Allah. Menurut orang Yahudi hanya mereka sajalah umat Allah itu (karena tanda sunat yang mereka lakukan), sedangkan orang-orang tak bersunat bukan termasuk umat Allah. Oleh karena itulah Orang Yahudi memandang rendah mereka yang tidak bersunat. Sebutan “tak bersunat” itulah yang membuat mereka terpisah dengan orang Yahudi dan terjadi perseteruan di antara mereka. Akan tetapi Paulus mengkritik tanda sunat yang menjadi kebanggaan Orang Yahudi itu, dengan menegaskan bahwa semua itu hanyalah tanda lahiriah belaka yang dikerjakan oleh tangan manusia. Bahkan dalam suratnya kepada jemaat lain, Paulus dengan tegas menyatakan bahwa sunat yang sejati bukanlah yang bersifat lahiriah dan jasmani, tetapi sunat yang secara rohani yaitu sunat di dalam hati. (Rm.2:28). Dalam Flp. 3:3 Paulus meneguhkan iman orang-orang Kristen, baik Yahudi maupun non Yahudi bahwa merekalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah”.
b) Situasi kedua yang telah diubah oleh Kristus adalah hidup mereka di dunia ini. Sebelumnya hidup mereka digambarkan sebagai hidup tanpa Kristus, yang artinya bahwa mereka tidak memiliki siapapun untuk bergantung. Karena mereka bukan orang Yahudi, mereka bukan termasuk orang yang bersunat, sehingga dengan demikian mereka tidak mendapatkan bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Hidup mereka dikatakan juga tanpa harapan dan tanpa Allah. Harapan dalam arti hidup sesudah kematian (tanpa masa depan), sebab bagi mereka yang tidak mengenal kebangkitan, kematian merupakan suatu keputus-asaan. Hidup tanpa Allah di dunia ini artinya bahwa mereka hidup tanpa iman akan Allah yang menopang hidup mereka seperti sekarang ini.
Semenjak mereka menjadi Kristen, hidup mereka diperdamaikan dari situasi permusuhan dan dari situasi kesendirian yang tanpa harapan. Mereka dibebaskan dari segala situasi yang tidak memberi janji yang pasti.

2. Perdamaian oleh Darah Kristus. (2:13-18)
Tetapi situasi yang dahulu itu sekarang tidak ada lagi. Mereka sekarang hidup dalam situasi yang lain, suatu situasi yang sama sekali baru, yakni suatu situasi hidup “di dalam Kristus Yesus”. Dialah yang menciptakan perubahan situasi itu. Oleh Dia atau lebih tepatnya oleh darah-Nya, mereka yang dahulu jauh sudah menjadi dekat. Yang dimaksud dengan oleh darahNya adalah lewat kematian-Nya di salib.
Oleh Paulus, Yesus disebut sebagai “Damai sejahtera” (2:14), karena Ia telah menjadi pendamai manusia, damai dengan Allah dan damai dengan sesama kristen apapun suku bangsanya. Tembok perseteruan antara dua bangsa telah dirubuhkanNya. Tembok pemisah dalam arti metafor yakni suatu pola pikir dan penafsiran yang salah, yang membawa dua suku bangsa hidup dalam permusuhan, saling curiga dan membenci satu sama lain, khususnya antara Yahudi dan orang-orang kafir. Permusuhan inilah yang telah dilebur oleh Kristus, sehingga sekarang antara Yahudi dan orang kafir bersatu dalam persahabatan yang luar biasa. Melalui kamatianNya, Kristus juga telah membatalkan hukum taurat dengan perintah-perintah dan peraturannya sebagai hal yang menentukan. Tujuan dari melakukan itu adalah untuk menciptakan ciptaan baru dalam diriNya dari dua kelompok, Yahudi dan bangsa lain (2:15). Dengan cara demikian, malalui salib, Ia mendamaikan keduanya kepada Allah dalam satu tubuh, dengan menghilangkan permusuhan diantara mereka (2:16). Tubuh yang satu ini merupakan sebuah istilah yang menunjuk baik kepada tubuh jasmani Kristus yang dibunuh, dan kepada tubuhNya, Gereja yang terdiri dari bangsa Yahudi dan bangsa lain. Maka dari itu, dengan kedatanganNya dan dengan tindakanNya, Ia memaklumkan kedamaian baik kepada bangsa Yahudi yang dekat dan bangsa lain yang berada jauh (2:17). Akibatnya, keduanya dapat mendekati Bapa dalam satu Roh (2:18).

3. Persatuan dalam Jemaat (2:19-22)
Ketika umat Allah hanya terdiri dari orang-orang Israel, orang kafir tidak termasuk di dalamnya. Mereka disebut sebagai orang asing. Akan tetapi sekarang, umat Allah itu adalah komunitas umat Kristiani yang baru, di mana orang Kristen kafir juga termasuk di dalamnya. Sejak dipersatukan oleh Kristus Yesus mereka bukan lagi orang asing melainkan kawan sewarga dengan orang-orang kudus dan menjadi anggota Keluarga Allah (2:19). Keluarga Allah itu dibangun atas dasar para rasul dan para nabi dan Kristus Yesus adalah batu penjurunya. Para Rasul di sini tidak terbatas pada kedua belas rasul Yesus, karena Paulus yang tidak termasuk kelompok ini tetap sebagai rasul. Para nabi tidak menunjuk pada tokoh-tokoh Perjanjian lama melainkan kepada sekelompok orang Kristen tertentu yang pelayanannya masih dinyatakan dalam karya-karya Kristen lama sesudah semua rasul meninggal. Kristus Yesus disebut sebagai batu penjuru GerejaNya. Arti dari kata Yunani akrogoniaios yang diterjemahkan sebagai batu penjuru ini telah menjadi bahan perdebatan yang serius. Kata batu penjuru ini terdapat hanya sekali dalam Septuaginta yaitu dalam Yes. 28:16, dan di situ kata itu memiliki arti yang jelas yaitu suatu batu yang menempati tempat yang penting dalam pondasi bangunan. Akan tetapi lepas dari arti itu, setiap ahli mengambil kata itu untuk arti yang berbeda-beda menurut bidang mereka masing-masing. Ada yang mengartikan bahwa batu penjuru itu adalah batu yang memahkotai suatu bangunan (menurut Jeremias), ada pula yang mengartikan sebagai batu yang berada di puncak pyramid atau tugu, yang diletakkan paling akhir, sebagai pengunci dari keseluruhan struktur bangunan. (dalam leksikon Patristik Yunani). Bagaimanapun juga, batu penjuru yang dimaksud dalam Efesus ini adalah batu penjuru dari suatu pondasi, dan bukan puncak dari monumen, batu terakhir yang membuat suatu bangunan sempurna.
Gereja Yesus Kristus adalah Gereja yang kuat dan langgeng (abadi), yang tetap mampu bertahan dalam lajunya waktu, jika Gereja itu tetap dibangun dalam garis yang tetap mengacu pada Kristus sebagai batu penjurunya. Gereja Kristus yang walaupun terdiri dari bermacam-macam jemaat lokal, semuanya tetap berdasar pada kebenaran melalui para rasul dan para nabi dan bersatu dalam segala hal yang mereka kerjakan dan tetap berpihak pada Yesus Kristus maka Gereja itu akan tetap tumbuh dan berkembang, menjadi suatu bangunan bait Allah yang kudus. Dalam Kristus, para pembaca bukan Yahudi ini dibangun menjadi kenisah yang kudus juga, tempat Allah bersemayam.










DAFTAR PUSTAKA

Sumber Utama
Mitton, C. Leslie, The New Century Bible Commentary Ephesian, London:, 1976.
Sumber pendukung
Abbott, T.K, A Critical and Exegetical Commentary on Epistles to the Ephesians and to the Colossians, Edinburgh: International Critical Commentary, 1897.
Abineno, J.L.CH., Dr., Tafsiran Alkitab – Surat efesus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Barclay, William, Pemahaman Alkitab setiap Hari: Surat-surat Galatia dan Efesus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Bergant, Dianne, CSA., dan Robert J. Karris, OFM. (eds), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005.
Bruce, Frederick Fyvie, The Epistle to The Ephesians, California: W.B. Eerdmans Published, 1984.
Foulkes, Francis, MA., Tyndale: The New Testament Commentaries,The Epistle of Paul to The Ephesians An Introduction and Commentary, England: Inter-Varsity Press, 1983.
Köningsmann, Josef, Dr., SVD, Tafsiran Surat kepada umat di Galatia, Surat kepada orang kudus di Efesus, Injil Markus, STFTK Ledalero, 1979.
Robinson, Joseph Armitage, St. Paul’s Epistle to The Ephesians, London: McMillan & Co,1904.

[1] Kata “mati” yang dimaksud bukan mati secara fisik tetapi mati rohani, karena latar belakang jemaat yang dituju adalah berkebudayaan Yunani, sehingga masih dipengaruhi oleh alam pemikiran Platonis yang kuat.
[2] Bdk. Dr. Josef Köningsmann, SVD, Tafsiran Surat kepada umat di Galatia, Surat kepada orang kudus di Efesus, Injil Markus, STFTK Ledalero, 1979, hlm. 88.

Tidak ada komentar: