Senin, 05 Mei 2008

NILAI KETUHANAN PANCASILA DALAM PERSPEKTIF BUDAYA JAWA

By. Antonius Agus Sumaryono


1. Pengantar
Siapakah itu “Orang Jawa”? Orang Jawa adalah sekelompok masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa dan bahasa ibunya adalah bahasa Jawa. Orang Jawa sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Semua mempunyai individualitasnya yang kuat, tidak ada yang “khas tipe Jawa”.
[1] Mereka semua disebut orang Jawa karena menempati dan hidup di pulau Jawa.
Pancasila sebagai “soko guru”
[2] menjadi sumber dan semangat hidup seluruh warga negara yang berdiam di dalamnya. Orang Jawa (keturunan kraton) sangat menghargai Pancasila sebagai pandangan hidup, panutan dan pengingat (pangeling-eling). Rumusan Pancasila yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia sangat kental keterikatannya dengan semangat budaya Jawa. Unsur-unsur esensial dari setiap sila dalam Pancasila merupakan kesatuan cipta, rasa, dan karsa seluruh bangsa Indonesia yang didalamnya termasuk masyarakat Jawa.
Didalam Pancasila terkandung 5 sila dasar yang mengatur kehidupan setiap warga negara. Butir-butir sila Pancasila yang menjadi dasar negara mencakup banyak aspek dalam peri kehidupan manusia merupakan ciri pribadi masyarakat Indonesia. Masyarakat Jawa yang bernaung dibawah Pancasila sangat menghargai nilai-nilai luhur yang terkandung didalam butir-butir sila Pancasila.
Masyarakat Jawa yang pada umumnya sangat kental dengan budaya Jawa memandang Pancasila sebagai satu arah dan pandangan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Sebagai Pandangan hidup, Pancasila mencerminkan struktur masyarakat yang ada dan hidup dibawah naungan Pancasila begitu juga orang Jawa. Orang Jawa menghargai Pancasila sebagai suatu budaya yang patut untuk dilestarikan dan diamalkan karena mengandung nilai-nilai perjuangan dan historis yang besar. Pancasila merupakan suatu rumusan dari para tokoh dan diambil dari kebudayaan-kebudayaan yang ada dalam bangsa Indonesia termasuk juga budaya Jawa.

2. Nilai Pancasila terhadap Kebudayaan Jawa
Apa itu nilai? Nilai adalah apa yang dianggap baik, benar dan luhur bagi masyarakat. Hal yang baik, benar dan luhur tersebut sungguh memberikan pengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat. Karenanya masyarakat berusaha menghidupi dan mempertahankannya demi kelangsungan hidup mereka. Konsep nilai budaya adalah nilai suatu unsur pendekatan kebudayaan yang mengatur struktur masyarakat yang berhubungan dengan norma-norma yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.
[3] Banyak orang mengartikan konsep itu dalam arti yang terbatas, ialah pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan[4]. Namun kebudayaan itu sendiri sebenarnya adalah susunan nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan hasil keseluruhan gagasan dan karya manusia. Maka dari itu, kebudayaan mempunyai nilai tersendiri dalam sejarah peradaban manusia.
Nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman hidup masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa yang pada umumnya hidup dalam tradisi dan akar budaya “kejawen”
[5] sangat menghargai Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagai hasil budaya bangsa Indonesia menjadi titik tolak bagi masyarakat Jawa dalam menjalankan setiap kewajibannya sebagai warga negara. Kejawen mempunyai satu nilai luhur yang dianut dari butir-butir sila Pancasila.
Sebagian cukup besar masyarakat Jawa harus dianggap Jawa Kejawen.
[6] Pandangan ini sudah dianggap sebagai suatu tatanan alam dan struktur masyarakatnya sudah ditentukan oleh tradisi. Kejawen merupakan suatu kepercayaan masyarakat Jawa tentang pelbagai macam roh. Nilai yang diambil dari kejawen ini adalah sinkronisasi hubungan timbal balik antara kehidupan jasmani dan rohani. Pancasila sebagai ideologi bangsa sangat dihayati dalam budaya kejawen karena inti dari kejawen sebagian besar sudah termaktup dalam butir-butir sila Pancasila.
Kebudayaan Jawa sejak dahulu kala penuh dengan unsur-unsur mistik.
[7] Ritual mistik merupakan penghidupan kembali unsur-unsur budaya kuno. Perkembangan ini merupakan penggalian budaya bangsa sebagai satu nilai yang luhur dan yang menyusun nilai-nilai Pancasila yang diambil dari tradisi Jawa. Apabila terjadi penyimpangan dan kemerosotan penghayatan nilai Pancasila berarti terjadi juga penyimpangan dan kemerosotan penghayatan budaya pada umumnya dan Jawa khususnya.

2.1 Nilai Ketuhanan
Pandangan masyarakat Jawa terhadap nilai kereligiusan masih sangat kaya pengaruhnya dengan budaya agama Hindu. Ada kecenderungan nilai religius budaya Jawa dengan tujuannya mencari makna terdalam segala hal ikhwal, namun sekaligus suatu kebimbangan terhadap kekuasaan para dewa
[8]. Nilai religius budaya Jawa mempunyai implikasi terhadap cara pandang masyarakatnya mengenai Tuhan.
Konsep Tuhan dalam budaya Jawa sangat akrab dengan sebutan “Gusti”. Budaya Jawa mengajarkan bahwa manusia harus memperbaiki hidupnya, secara aktif mengembangkan pemikiran dan kebudayaan itu sendiri. Prinsip “Tuhan” dalam “Pancasila” adalah bersedia mengalah bahwa prinsip kodrat alam disebut ke-”Tuhan”-an, tetapi menentang penambahan “Yang Maha Esa”
[9] sebab pandangan orang harus dan dapat mengembangkan dirinya sendiri atas usaha sendiri.
Budaya Jawa pada eksistensinya mempunyai tatanan yang teratur di mana kehidupan dipandang sebagai eksponen, suatu bayangan (wayangan) dari kebenaran yang lebih tinggi. Semuanya tunduk pada hukum kosmis. Hukum itu menyatakan suatu yang pasti (pinêsthi) bahwa semua eksistensi harus melalui jalan yang sudah ditetapkan bagi setiap orang. Kehidupan adalah keseluruhan yang teratur dan terkoordinasi dan hal itu sudah ada yang mengaturnya.
Nilai ke-”Tuhan”-an mempunyai tempat yang tinggi dalam tradisi budaya Jawa kuno. Para leluhur telah menanamkan satu nilai ritual tradisi yang sampai sekarang masih dijalankan oleh generasi penerus. Slametan
[10] sebagai salah satu warisan budaya Jawa yang pada awalnya adalah sebagai wujud syukur kepada “yang mahatinggi” atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikannya. Orang Jawa mempunyai penghormatan khusus pada Tuhan dengan menanamkan nilai-nilai ritual tradisi dalam menunjukkan sikap hormatnya pada Tuhan.
Pandangan dunia Jawa bukan hanya suatu pandangan dunia dan ciri-ciri dan batas-batas yang pasti melainkan suatu penghayatan yang terungkap dalam lapisan masyarakat.
[11] Wujud pandangan ini adalah bahwa orang Jawa percaya dengan adanya yang yang mahatinggi. Cara pandang orang Jawa mengenai yang mahatinggi sangat kuat karena dipengaruhi oleh budaya agama Budha. Mereka melakukan sesajen yang diperuntukkan kepada yang mahatinggi supaya mereka memperoleh rahmat atau perlindungan. Mereka melakukan acara ritual itu di punden atau tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Ritual ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala yang telah mereka nikmati.
Orang Jawa mengatakan bahwa antara manusia dan alam merupakan lingkup kehidupan orang Jawa sejak lahir.
[12] Masyarakat adalah sebagai perwujudan dari kumpulan keluarga yang besar sehingga setiap anggota berhak mempunyai penghayatannya akan alam sebagai satu berkah dari Tuhan. Kosmos termasuk kehidupan benda dan peristiwa di dunia dan menjadi satu kesatuan yang eksistensial baik material maupun spiritual.
Gambaran dunia Jawa tradisional adalah kepercayaan pada kaitan universal antara peristiwa dunia dan kekuasaan di alam adikodrati
[13] yang menjadi sikap religius masyarakat Jawa. Kepercayaan yang adikodrati ini yang menjadi suatu “agama” yang dianut oleh masyarakat Jawa kuno dalam usahanya mencapai keselamatan. Peristiwa-peristiwa alam yang terjadi dikaitkan dengan sikap religius seperti halnya yang diramalkan oleh Joyoboyo semuanya memakai patokan kosmos.
Nilai ke-”Tuhan”-an masyarakat Jawa kuno sudah lama tumbuh dalam budaya orang Jawa. Nenek moyang mereka mengenal “Tuhan” sejak lama mulai dari aliran dinamisme sampai masuknya pengaruh agama Budha. Tradisi budaya ini diwariskan turun-temurun sebagai suatu kekayaan bangsa. Budaya Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak kebudayaan bangsa Indonesia yang mempunyai nilai religius dalam Pancasila. Pancasila sebagai idelogi bangsa mengakar pada seluruh budaya bangsa Indonesia dan salah satunya budaya Jawa.

3. Kesimpulan
Nilai ke-“Tuhan”-an dalam budaya Jawa kuno sudah lama dikenal oleh nenek moyang mereka. Orang Jawa menilai bahwa Pancasila juga mengakar pada kebudayaan Jawa yang dianut oleh tradisi para leluhur. Secara umum nilai ke-“Tuhan”-an dalam budaya Jawa dapat dihayati pada sila pertama dari Pancasila. Pancasila memiliki nilai dan arti yang melekat pada masyarakat Jawa.
Hal yang menarik dari nilai ke-“Tuhan”-an adalah bagaimana Pancasila merangkul secara mendalam terhadap tradisi dan budaya Jawa. Nilai-nilai luhur budaya Jawa mempunyai pengaruh yang kuat pada sila pertama sebagai perwujudan dari penghargaan terhadap agama-agama lain. Sikap hidup para pengikut aliran Jawa kuno memaknai Pancasila sebagai salah satu realitas yang diambil dari unsur terdalam dari budaya bangsa termasuk budaya Jawa kuno. Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia sangat menyatu dengan budaya Jawa.
Pancasila menjadi satu falsafah hidup yang membentuk bangsa Indonesia dan khususnya juga masyarakat Jawa. Pancasila sebagai falsafah bangsa menjadi pribadi yang hakiki disandang oleh orang Jawa dalam kehidupan mereka sehari-hari. Budaya Jawa yang secara implisit termaktup dalam Pancasila mengangkat orang Jawa untuk senantiasa bercermin pada Pancasila.
Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan oleh penulis, maka nilai ke-“Tuhan”-an dalam budaya Jawa mempunyai makna yang sangat mendalam. Pancasila khususnya sila pertama telah mendarah-daging pada orang Jawa. Pancasila bukanlah hal baru dalam kehidupan masyarakat Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, H.M. Darori, Drs (ed.), Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Dewantara, Ki Hajar, Pantjasila, Yogyakarta: N.V. Usaha Penerbitan Indonesia, 1950.
Jong, S. De. Drs., Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa, Yogyakarta: Kanisius, 1976.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1987.
Mulder, Niels, Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Jakarta: Sinar Harapan, 1985.
Pareira, A. Berthold. Dr., Pendidikan Nilai di Tengah Arus Globalisasi (ed.), Malang: STFT Widya Sasana, 2003.
Suseno, Franz Magnis, Mencari Makna Kebangsaan, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
, Etika Jawa, Jakarta: Gramedia, 1985.
, Beyond Javanese Culture, The Jakarta Post: 19 Agustus 1995.
Wahana, Paulus. Drs., Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Zoetmulder, PJ., Manunggaling Kawula Gusti, Jakarta: Gramedia, 1990.
[1] Orang Jawa ada yang polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus ada yang kasar, ada yang berterus terang ada yang malu-malu, ada yang bersikap seenaknya dan ada yang bekerja fanatik, ada yang berani bertindak sendirian ada yang tidak banyak peduli akan sikap kelompoknya. Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, hal. 3.
[2] Soko atau saka adalah tiang pancang/tonggak. Soko Guru adalah sesuatu yang menjadi penegak atau pengukuh.dalam hal ini Pancasila sebagai soko guru berarti Pancasila menjadi penegak atau pengkuh negara atau ideologi bangsa.
[3] Bdk. Drs. HM. Darori Amin, MA (ed.), Islam dan kebudayaan Jawa, Yokyakarta: Gama media, hal. 119.
[4] Bdk. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, hal. 1.
[5] Kejawen merupakan satu aliran kepercayaan yang dianut oleh orang Jawa. Tradisi kejawen adalah sangat kaya dan mencakup suatu kepustakaan luas yang meliputi paling kurang seribu tahun, dari yang paling kuno berupa sumber-sumber Sansekerta lewat laporan-laporan sejarah dan setengah sejarah, seperti misalnya Pararaton dan negarakertagama dan babad tanah Jawi. Bdk. Niels Mulder, Pribadi dan Masyarakat Jawa, Jakarta: Sinar Harapan, hal. 16.
[6] Franz Magnis Suseno, op. cit. hal. 15.
[7] Drs. S. De. Jong, Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa, hal. 15.
[8] Dalam budaya agama Hindu masih kental sekali paham Pantheïsme yang merupakan suatu keyakinan religius dalam memandang yang “mahatinggi” terdapat pada kekuasaan dewa-dewa. Orang Jawa mempunyai keyakinan religius dengan meyakini adanya “Gusti”. Hal ini dikenal dengan istilah “Manunggaling Kawulo Gusti” dalam eksistensi “Allah” sebagai pencipta alam semesta. Bdk. P.J. Zotmulder, Terj. Dick Hartoko, Manunggaling Kawulo Gusti, Jakarta: Gramedia, hal. 54.
[9] Pancasila adalah dasar ideologi negara Indonesia, Ki Hajar Dewantara, Pantjasila, Yogyakarta: N.V. Usaha Penerbitan Indonesia, hal. 18-23.
[10] Slametan merupakan nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam dalam mengungkapkan kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan bermasyarakat.
[11] Franz Magnis Suseno. op. cit. hal. 83
[12] Djoko Widagdho, Sikap Religius Pandangan Dunia Jawa. Dalam Islam dan Kebudayaan Jawa, Drs. HM. Darori Amin, MA (ed.), op. Cit., hal. 69.
[13] Kekuasaan adikodrati ini yang dimaksudkan oleh orang Jawa kuno adalah kepercayaan mereka mengenai yang maha tinggi yang mengatur semua kehidupan manusia. Ibid.

Tidak ada komentar: