Kamis, 15 Mei 2008

PEMERINTAHAN MENURUT THOMAS MORE (Pandangan "Utopia" Thomas More)

By. Antonius Agus Sumaryono

I. Pendahuluan
Dalam suatu negara sistem pemerintahan merupakan unsur yang terpenting dalam mengatur masyarakat. Sistem pemerintahan yang baik adalah sistem yang didasari oleh aspirasi dari masyarakat yang membentuknya. Plato dalam bukunya Republic menyebutkan bentuk-bentuk pemerintahan antara lain kerajaan atau aristokrasi, timokrasi[1], oligarkhi[2], demokrasi[3], tirani[4] semuanya itu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Bentuk-bentuk pemerintahan tersebut menurut pendapat Plato yang terbaik adalah bentuk kerajaan atau aristokrasi.
Pada dasarnya setiap negara menginginkan sistem pemerintahan yang diterapkan dalam negaranya dapat mengayomi atau menjadi pelindung bagi masyarakat yang ada di dalamnya. Struktur pemerintahan yang baik dalam negara merupakan suatu harapan bagi seluruh warganegara. Dalam paper ini More memberikan pandangan mengenai bentuk atau sistem pemerintahan yang ideal.
Thomas More dalam bukunya yang berjudul “The Best State of a Commonwealth and The New Island or Utopia” atau yang dikenal dengan sebutan “Utopia” mencoba untuk memberikan pandangan bagaimana sistem pemerintahan yang ideal itu. Dalam Utopia More memberikan pandangan bahwa pemerintahan suatu negara yang didasarkan pada prinsip humanis merupakan sistem pemerintahan yang ideal.[5]
Sistem pemerintahan yang ideal itu adalah harapan bagi setiap warganegara. Sistem itu disusun berdasarkan suatu struktur hierakhis, yakni negara dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai sikap humanis dan perhatian terhadap kepentingan setiap warganya. Penulis mencoba untuk membahas pemikiran More mengenai pandangannya tentang pemerintahan.
Penulis dalam paper ini ingin mengupas pandangan More terhadap pemerintahan yang ideal. Penulisan ini tidak bisa lepas dari bagaimana konteks More menulis, latar belakang More menulis, hingga pemerintahan yang ideal menurut sudut pandang More serta aplikasinya pada zaman sekarang.

II. Latar belakang kehidupan Thomas More
Thomas More dilahirkan di London tahun 1477, ia dilahirkan pada masa kekuasaan Raja Edward IV (1461-1483). Orang tuanya adalah seorang pedagang yang cukup makmur di London. Pendidikan More diawali di St. Anthony’s, Threadneedle Street satu sekolah yang terkenal di London. Setelah itu, ia mengabdi jadi pesuruh istana Lambeth, rumah keluarga John Morton Uskup Agung Canterbury. Ia melanjutkan studynya di Universitas Oxford di London dengan mengambil bidang hukum.
More sempat tinggal di Charterhouse di London bersama para biarawan Carthusian pertama. Ia menjalani hidup seperti biarawan dengan ketaatan, ortodoksi religius dan pola hidup iman. Pengalaman hidup bersama dengan para biarawan itu mempunyai pengaruh terhadap hidup spiritual More.
More mempunyai pandangan kritis terhadap metode-metode yang dianggap tidak efisien dan tidak kreatif yang diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi. Bersama dengan teman-temannya More membahas tentang pandangan suatu pergerakan yang terjadi di Eropa pada waktu itu[6]. Gerakan humanisme ini merupakan suatu gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan dengan bersumber pada ajaran klasik kristen. Ia juga menjalin hubungan dengan tokoh gerakan humanisme Belanda Desiderius Erasmus. Tulisan humanistik More ini yang akhirnya membawa dia dipilih untuk menjadi anggota parlemen di London tahun 1510.

Kehidupan Perkawinan More
Pada tahun 1505 More menikah dengan Jane Colt dan mempunyai empat orang anak: Margaret, Elisabeth, Cecily, dan John. Mereka tinggal di Old Barge, Bucklersbury. Tahun 1511 istri More maninggal dan ia menikah lagi dengan Lady Alice Middleton seorang janda dengan satu anak perempuan. Andrea Ammonio menamakan Alice si “cerewet berhidung betet”. Lady Alice banyak membantu More dalam merawat anak-anaknya.
Alice adalah orang yang mempunyai sikap keras, tetapi More sangat menikmati hidup bersama dengannya karena ia selalu menghargai tanggapan-tanggapan yang diberikan Alice kepadanya. Alice juga orang yang sangat ambisius dan banyak memberi dukungan kepada More untuk terjun dalam kehidupan publik. More dapat measakan keharmonisan hidup rumah tangganya karena Alice seing membuatnya tertawa sewaktu ia di penjara.

Sebuah potret keluarga
Seorang pelukis yang bernama Hans Holbein melukis sebuah potret Thomas More dengan keluarganya. Pada zaman Renaisans potret mempunyai maksud dan makna yang berarti, karena potret menjadi bukti dari kekayaan, posisi, dan kedudukan penting suatu keluarga.
Sedangkan Erasmus menggambarkan keluaga mereka seperti sebuah akademi Plato dalam bentuk Kristen.[7] Lukisan tersebut menggambarkan suatu keharmonisan dan kerukuna dalam kehidupan keluaga. Hakim John More ditempatkan pada kedudukan yang terhormat di sebelah kanan anaknya. Istri dan anak-anaknya digambarkan sambil memegang sebuah buku, ini menandakan bahwa keluaga mereka adalah kaum terpelajar.
Potret ini juga menggambarkan tentang keluarga kisten yang saleh dan terpelajar. Keharmonisan hidup dalam keluarga mereka yang menjadi retret sempurna bagi seorang negarawan yang sibuk. Potret keluarga mereka menampilkan ciri khas humanis antara duniawi dan religius, kesenangan dan moralitas, devosi dan belajar.

III. Utopia
Utopia adalah gambaran dari keberadaan suatu negeri dengan sistem pemerintahan khayalan yang diwujudkan dalam keadaan yang riil atau nyata. Dalam artian negara dengan sarana yang realistis untuk melakukan perubahan dan pembaharuan politik, dan sama sekali tidak bersifat idealistik.[8] Untuk membentuk suatu sistem pemerintahan seperti yang digambarkan oleh More bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi pemimpin.
Utopia merupakan suatu konsep pemerintahan angan-angan dari kehidupan negara yang adil dan damai. More menulis Utopia ini tidak lepas dari latar belakang kehidupan keluarga mereka. Kehidupan keluarga yang harmonis ini dijadikan suatu bahan tulisan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang humanistis. Beranjak dari latar belakang kehidupan keluarga ini More memiliki kerangkan pemikiran tentang suatu negara yang ideal.
Utopia merupakan cermin dari pandangan More yang humanistis. Utopia juga merupakan gambaran dari suatu perjalanan menuju tempat “yang tidak ada” (khayalan). Semua ini adalah suatu gagasan dari More dalam mewujudkan suatu tatanan pemerintahan yang dinamis dan menjadi harapan bagi semua orang. Pada awalnya gagasan Utopia dari More ini adalah suatu bentuk karangan yang tidak dimaksudkan untuk dianggap serius. Utopia dipahami sebagai pulau khayalan, dimana More ingin menggambarkannya sebagai dunia baru.

IV. Keadilan menurut More
Sebagian besar hidup More dihabiskan sebagai seorang pengacara dan hakim. Reputasinya melejit karena profesinya sebagai seorang hakim bukan sebagai seorang politikus.[9] Dalam kurun waktu tigapuluh satu bulan ia memeberikan sumbangsih yang sangat besar bagi perkembangan keadilan yang tidak memihak dalam sistem hukum Inggris. Tetapi ia tidak pernah menulis apapun mengenai hukum umum Inggris dan hukum Gereja.
Dalam Utopia buku satu More memberikan pendapat mengenai penerapan hukum yang terasa kaku terhadap masalah-masalah yang terkadang tidak adil dan tidak tepat. Contohnya memberikan hukuman mati terhafap pelaku pencurian adalah suatu tindakan yang tidak adil karena tidak sebanding dengan kesalahan yang diperbuat. Hukuman tersebut tidak efektif karena tdak menghalangi tindakan kejahatan itu.
Permasalahan hukum segarusnya mempertimbangakan masalah yang menjadi akar penyebab dari tindak kejahatan tersebut. Orang melakukan tindakan pencurian ini adalah suat usaha untuk bertahan hidup. Konteks kesulitan ekonomi waktu itu menuntut orang untuk dapat bertahan hidup, sehingga bagi orang-orang tertentu yang tidak mampu usaha mempertahankan hidup adalah dengan mencuri. Penerapan hukuman mati terhadap pelaku pencurian yang terasa kaku karena tidak mempertimbangkan sebab-sebab sosial dari tindakan kejahatan tersebut.
Hukum kriminalitas tersebut sangat menguntungkan bagi golongan kaya, yang mampu untuk membayar proses pengadilan. More mencoba untuk menerobos sistem hukum Inggris yang tidak mempunyai suatu kerangka universal karena hanya mengandalkan hukum kasus. Hukum tersebut sering menggunakan suatu prosedur yang kaku, oleh sebab itu diperlukan suatu penyederhanaan sehingga kasus dapat diproses secara lebih cepat. Ada kecenderungan bagi ahli hukum menggunakan prosedur hukum umum yang kaku dap[at dibatasi dengan mengembangkan sistem pengadilan yang mempertimbangkan azas keadilan. Hukum lama dirasa oleh More tidak fleksibel dan tidak bisa menjawab tantangan keadaan terus berkembang. More lebih memperluas pelaksanaan sistem pengadilan ketimbang memperbaharuinya.

V. Pandangan pemerintahan More
Pemerintah Inggris

Raja Henry VIII yang memerintah kerejaan Inggris abad XVI merupakan pemimpin tertinggi di wilayah Inggris. Masa Raja Henry ini munculnya persoalan keagamaan yaitu anglikan. Anglikan muncul karena kebijakan dari Raja Henry VIII yang ingin memisahkan Gereja dengan negara. Otoritas kekuasaan raja yang memisahkan Gereja dengan negara ini secara otomatis Raja Henry ingin melepaskan dir dari pengaru Gereja Katolik Roma.
Pemisahan Gereja Katolik Roma ini bukan karena adanya konflik teologis, melainkan suatu tindakan personal yang memiliki latar belakang politis. Raja Henry VIII adalah seorang yang ambisius, ia ingin kekuasaan itu menjadi warisan untuk keturunannya. Permasalahannya adalah ia tidak mempunyai anak laki-laki yang akan menjadi pewaris dari tahta kerajaan. Oleh karena itu ia berusaha untuk mencari pemecahan supaya ia memperoleh keturunan laki-laki. Ia berusaha untuk menceraikan istrinya karena tidak memberikan anak laki-laki kepadanya, sedangkan dalan hukum Gereja Katolik Roma tindakan cerai adalah tindakan yang dilarang.
Ia mempunyai maksud untuk menikah lagi dengan Anne Boelyn, namun tindakan dari Raja Henry VIII ini menimbulkan permasalahan baru dalam Gereja. Gereja tidak menyetujui rencana dari Raja Henry VII untuk menikah lagi, karena ia sudah tidak mengindahkan lagi hukum Gereja[10], maka ia diekskomunikasi oleh pihak Gereja yang pada waktu itu Clemens VII sebagai Paus. Dengan ekskomunikasi dari Gereja, Henry mengangkat dirinya sebagai pemimpin Gereja baru di Inggris. Karena tindakan Raja Henry VIII ini bagi setiap orang yang tidak mau mengakuinya sebagai pimpinan Gereja Inggris akan dibunuh.
Dengan pemisahan ini bentuk pemerintahan Inggris sudah tidak lagi di kontrol oleh kekuasaan Gereja Katolik Roma. Konflik antara Raja Henry VIII dengan penguasa tertinggi Roma ini juga dikritik oleh More. More sangat mempertahankan ajaran Gereja Katolik Roma, karena mempertahankan keyakinannya itu ia sipenjarakan oleh Raja Henry VIII dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Pemerintahan Utopia
Dengan berlatar belakang dari pemerintahan Inggris More mencoba untuk menggambarkan suatu pemerintahan yang baik. Pandangan More terhadap sistem pemerintahan ini mengkontraskan antara pemerintahan Inggris dengan latar belakang kehidupan dari keluarganya. Kehidupan keluarga More yang harmonis menjadi satu gambaran baginya bagaimana sistem pemerintahan yang ideal menurut pandangannya. Negara yang harmonis dikaitkan dengan hubungan yang harmonis dalam keluarga. Pandangan More ini sangat terlihat jelas sifat humanismenya, karena memperhatikan banyak aspek yang mengutamakan sisi manusiawinya.
More memberikan satu perbandingan sistem pemerintahan yang humanis dengan pemerintahan Tirani dari raja Richardus III. More menulis karyanya “The Best State of a Commonwealth and The New Island or Utopia” sebagai sistem pemerintahan yang ideal, sedangkan menurut Richard III study tentang Tirani adalah awal kehancuran dari pemerintahan yang baik. Richard memperoleh kekuasaan dengan cara merebutnya dari para keponakannya sebagai pewaris tahta pemerintahan yang sah. Richard juga menghapuskan klaim pewaris sah atas kekuasaan dan menolak perlindungan suaka atas keluarga pewaris yang sah.
Utopia More mencoba untuk memberikan jawaban terhadap dilema yang diajukan oleh Richard III. More merasa was-was dalam tulisan historisnya. Mengubah suatu peristiwa setidaknya melihat peristiwa yang telah terjadi supaya kita belajar dari kesalahan atas peristiwa yang telah lalu, sehingga tidak perlu untuk mengulanginya kembali di masa yang akan datang.
Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mau merefleksikan suatu peristiwa yang baik dan yang buruk. More memberikan pemerintahan Utopia sebagai bentuk dari negara-negara federasi kota-kota yang memiliki otonomi dalam mengatur segala macam urusan internal dengan menggunakan rumah tangga sebagai dasarnya[11]. Permasalahan yang penting untuk dibicarakan adalah pembentukan dewan yang terdiri dari pejabat-pejabat yang dipilih dan mengkonsultasikan dari rumah tangga mereka. Pemerintahan kota Utopia berusaha untuk menghindari bentuk aristokrasi, dan melibatkan warganegara dalam mengambil keputusan secara demokratis. Di sini More menonjolkan sifat paternalistik dengan mencerminkan nilai-nila yang ada dalam keluarga More.
Utopia tidak mengandung unsur kesenangan dalam berpolitik tetapi struktur politik itu dibentuk untuk memberikan fasilitas bagi kehidupan yang baik. Artinya bahwa politik memasukkan bentuk-bentuk kehidupan yang baik yang bersumber dari hidup keluarga yang baik. Politik di sini menganut suatu azas yang didasari dengan sistem kekeluargaan sehingga pemerintahan dapat memberikan kenyamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakatnya.
Utopia memberikan gambaran adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemimpin. Kerjasama ini diterapkan dalam sistem pemerintahan Utopia dalam membangun kota-kota dan perekonomian masyarakatnya. Setiap masyarakat akan diberikan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya. Masyarakat juga diberikan kebebasan untuk memilih bentuk keahlian yang diminati sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Sistem pemerintahan utopia berbeda dengan yang ada di kota Inggris. Pemerintahan di kota Inggris tidak ada bentuk dan model kerjasama antara raja dengan masyarakat. Kekuasaan raja adalah kekuasaan yang mutlak sebagai penguasa dari otoritas kota. Suara raja adalah suara rakyat. Artinya, bahwa rakyat harus patuh dan tunduk oleh perintah raja. Sedangkan pada pemerintahan Utopia lebih mengutamakan kerjasama antara pemimpin dengan masyarakatnya. Dengan demikian terjalin komunikasi yang sifatnya saling mendukung dalam terbentuknya suatu struktur pemerintahan yang ideal.

Pandangan pemerintahan menurut More
Beranjak dari sejarah More memberikan pandangannnya mengenai pemerintahan yang ideal. Pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan yang mengutamakan adanya dialog dan kerjasama yang baik diantara masyarakatnya. Masyarakat sebagai pondasi dari suatu negara menjadi patokan atau ukuran dari pemerintahan yang ideal. Apabila masyarakatnya hidup dalam suasana damai dan harmonis maka pemerintahan yang ideal dapat diwujudkan.
Bentuk kerjasama antara masyarakat ini merupakan satu keutamaan dalam mewujudkan kebahagiaan secara komunal. Keutamaan itu berarti bahwa manusia hidup menurut hukum kodrat. Tidak ada yang lebih manusiawi dibandingkan dengan meringankan penderitaan orang lain. Kodrat manusia adalah hidup dengan saling mencintai dan bentuk saling mencintai itu adalah dengan cara saling memperhatikan satu sama lain.
Dari kodrat manusia itulah More memberikan gambaran bagaiman pemerintahan yang ideal itu. Pemerintahan yang ideal itu karena adanya interaksi dan komunikasi dalam masyarakat dan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Hal ini adalah inti untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang ideal.
Pandangan pemerintahan yang ideal menurut More sangat berbeda dengan pandangan dari Plato.[12] Plato sangat mementingkan pendidikan bagi setiap warganegaranya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang adil sedangkan menurut More pemerintahan yang ideal adalah adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemimpinnya. More memandang idealisme dari sudut keharmonisan yang dijalin oleh antar individu, karena More melihatnya dari kehidupan dalam keluarganya sendiri.
Dapat dikatakan bahwa pemerintahan yang ideal menurut More adalah sebuah khayalan belaka, karena tak mungkin hal tersebut dapat dicapai. Cara pandang pemerintahan tidak mungkin diwujudkan hanya menilai dari sudut pandang kehidupan dalam keluarga More. More memandang secara sempit sistem pemerintahan yang ideal hanya sebatas dengan kehidupan harmonis dari keluarga.

VI. Relevansi
Atas dasar pandangan More ini suatu negara menjadi sebagai keluarga bagi setiap warga negara yang diam di dalamnya. Pandangan More ini sangat relevan di masa sekarang. Banyak negara yang dewasa ini sedang mengalami kekacauan karena pemerintahan kurang menghargai dan menghormati pendapat dan aspirasi dari warga negaranya.
Aspirasi rakyat sangatlah penting dalam membentuk adanya pemerintahan yang ideal. Munculnya suara dari bawah menandakan bahwa masyarakat merupakan unsur penting dari terbentuknya suatu negara. Bangsa Indonesia yang secara definitif memakai sistem pemerintahan demokrasi “Dari rakyat untuk rakyat” masih jauh dari gambaran More mengenai pemerintahan yang ideal. Pemimpin (DPR) sebagai aspirasi dari suara rakyat masih belum maksimal menyuarakan suara rakyat yang memilihnya. DPR yang merupakan bentukan atas pilihan rakyat masih belum menjalankan tugasnya dengan baik meskipun kerjasama rakyat dalam memilih mereka untuk duduk dalam parlemen bukan berarti mereka mampu membawakan keinginan rakyat sepenuhnya.
Gambaran Utopia Thomas More masih mengalami kesulitan untuk diwujudnyatakan atau diaplikasikan dalam sistem pemerintahan yang ideal. Realitas yang terjadi adalah kerjasama yang dibangun dari bawah oleh rakyat dalam memilih dan menentukan wakil mereka belum juga mampu mengaspirasikan suara dari kerjasama seperti yang di gambarkan oleh More dalam penerintahan di Utopia. Rakyat kerapkali masih dirugikan oleh hasil kerjasama itu.
Hal ini perlu bagi kita untuk merefleksikan seperti apa pemerintahan yang benar-benar mampu untuk mengangkat suara dari bawah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganegara. Padahal dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia mencantumkan “Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia” tetapi realitas yang ada keadilan sosial itu masih jauh dari harapan.
Bangsa Indonesia telah banyak memberikan program-program kemanusiaan terhadap warganegara seperti pemberian bantuan berupa materi tetapi hal itu tidak juga mengangkat nilai keadilan. Masih banyak birokrasi yang menghalangi program kemanusiaan itu karena oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Distribusi program bantuan kemanusiaan itu masih mengalami banyak kebocoran dengan bermacam-macam alasan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

VII. Kesimpulan
Pandangan More mengenai sistem pemerintahan yang ideal merupakan hal yang sulit untuk diterapkan. Seperti yang dikatakan oleh Anne Murphy bahwa tulisan Utopia Thomas More adalah suatu khayalan belaka. More memberikan pandangan tersebut berdasarkan konteks waktu itu dimana tindakan kejahatan (pencurian) mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Sebagai orang yang sangat memperhatikan kemanusiaan More mengkritisi hukum yang kurang manusiawi.
Pemerintah yang dipimpin seorang raja dengan kekuasaan absolut memunculkan sikap kritis untuk membela yang lemah, apalagi More adalah seorang yang berlatar belakang hukum dan sangat menjunjung tinggi nilai humanistis. Kritik atas ketidakadilan yang ada menggerakkan More untuk menulis mengenai sistem pemerintahan yang ideal. Sebagai tokoh pemikir kristiani More sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang utuh dan merdeka, sehingga orang lain tidak mempunyai hak atas penentuan nasib seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Murphy, Anne, Thomas More, Yogjakarta: Kanisius, 2001.
Rapar, J.H. “Filsafat Politik” Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.

[1] Republic (545d-549c)
[2] Ibid. (550c-555b)
[3] Ibid. (555b-562a)
[4] Ibid. (562a-576b)
[5] Anne Murphy, Thomas More Tokoh Seri Pemikir Kristen, (terj), P. Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 41.
[6] Gerakan yang di motori oleh More dan teman-temannya itu dikenal dengan gerakan Humanisme Kristen, Ibid, hlm. 17.
[7] Ibid. hlm. 19.
[8] Ibid. hlm. 40.
[9] Ibid. hlm. 64.
[10] Pada masa itu pimpinan/raja diangkat dan disahkan oleh Paus. Karena Henry mengangkat dirinya sendiri sebagai raja di Inggris maka secara birokrasi ia ingin melepaskan diri dari pengawasan dan kekuasaan Gereja Katolik Roma. Hal ini bagi Gereja Katolik Roma sama dengan melepaskan diri dari pengaruh Roma, sehingga Paus Clemens VII mengekskomunikasikan Henry VIII.
[11] Ibid. hlm. 47.
[12] Bdk. J.H. Rapar, “Filsafat Politik” Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 96.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

om terima kasih banyak atas post nya,, sangat membantu tugas kuliah saya ^^V